a. Fixed Resistor
Pada dasarnya Resistor adalah komponen Elektronika Pasif yang memiliki nilai resistansi atau hambatan tertentu yang berfungsi untuk membatasi dan mengatur arus listrik dalam suatu rangkaian Elektronika. Resistor atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Hambatan atau Tahanan dan biasanya disingkat dengan Huruf “R”. Satuan Hambatan atau Resistansi Resistor adalah OHM (Ω). Sebutan “OHM” ini diambil dari nama penemunya yaitu Georg Simon Ohm yang juga merupakan seorang Fisikawan Jerman. Untuk membatasi dan mengatur arus listrik dalam suatu rangkaian Elektronika, Resistor bekerja berdasarkan Hukum Ohm.
1. Carbon Composition Resistor (Resistor Komposisi Karbon)
Resistor jenis Carbon Composistion ini terbuat dari komposisi karbon halus yang dicampur dengan bahan isolasi bubuk sebagai pengikatnya (binder) agar mendapatkan nilai resistansi yang diinginkan. Semakin banyak bahan karbonnya semakin rendah pula nilai resistansi atau nilai hambatannya.
Nilai Resistansi yang sering ditemukan di pasaran untuk Resistor jenis Carbon Composistion Resistor ini biasanya berkisar dari 1Ω sampai 200MΩ dengan daya 1/10W sampai 2W.
2. Carbon Film Resistor (Resistor Film Karbon)
Resistor Jenis Carbon Film ini terdiri dari filem tipis karbon yang diendapkan Subtrat isolator yang dipotong berbentuk spiral. Nilai resistansinya tergantung pada proporsi karbon dan isolator. Semakin banyak bahan karbonnya semakin rendah pula nilai resistansinya. Keuntungan Carbon Film Resistor ini adalah dapat menghasilkan resistor dengan toleransi yang lebih rendah dan juga rendahnya kepekaan terhadap suhu jika dibandingkan dnegan Carbon Composition Resistor.
Nilai Resistansi Carbon Film Resistor yang tersedia di pasaran biasanya berkisar diantara 1Ω sampai 10MΩ dengan daya 1/6W hingga 5W. Karena rendahnya kepekaan terhadap suhu, Carbon Film Resistor dapat bekerja di suhu yang berkisar dari -55°C hingga 155°C.
3. Metal Film Resistor (Resistor Film Logam)
Metal Film Resistor adalah jenis Resistor yang dilapisi dengan Film logam yang tipis ke Subtrat Keramik dan dipotong berbentuk spiral. Nilai Resistansinya dipengaruhi oleh panjang, lebar dan ketebalan spiral logam.
Secara keseluruhan, Resistor jenis Metal Film ini merupakan yang terbaik diantara jenis-jenis Resistor yang ada (Carbon Composition Resistor dan Carbon Film Resistor).
b. Light Emitting Diode (LED)
Light Emitting Diode atau sering disingkat dengan LED adalah komponen elektronika yang dapat memancarkan cahaya monokromatik ketika diberikan tegangan maju. LED merupakan keluarga Dioda yang terbuat dari bahan semikonduktor. Warna-warna Cahaya yang dipancarkan oleh LED tergantung pada jenis bahan semikonduktor yang dipergunakannya. LED juga dapat memancarkan sinar inframerah yang tidak tampak oleh mata seperti yang sering kita jumpai pada Remote Control TV ataupun Remote Control perangkat elektronik lainnya.
LED merupakan keluarga dari Dioda yang terbuat dari Semikonduktor. Cara kerjanya pun hampir sama dengan Dioda yang memiliki dua kutub yaitu kutub Positif (P) dan Kutub Negatif (N). LED hanya akan memancarkan cahaya apabila dialiri tegangan maju (bias forward) dari Anoda menuju ke Katoda. LED terdiri dari sebuah chip semikonduktor yang di doping sehingga menciptakan junction P dan N. Yang dimaksud dengan proses doping dalam semikonduktor adalah proses untuk menambahkan ketidakmurnian (impurity) pada semikonduktor yang murni sehingga menghasilkan karakteristik kelistrikan yang diinginkan. Ketika LED dialiri tegangan maju atau bias forward yaitu dari Anoda (P) menuju ke Katoda (K), Kelebihan Elektron pada N-Type material akan berpindah ke wilayah yang kelebihan Hole (lubang) yaitu wilayah yang bermuatan positif (P-Type material). Saat Elektron berjumpa dengan Hole akan melepaskan photon dan memancarkan cahaya monokromatik (satu warna).
LED atau Light Emitting Diode yang memancarkan cahaya ketika dialiri tegangan maju ini juga dapat digolongkan sebagai Transduser yang dapat mengubah Energi Listrik menjadi Energi Cahaya.
Saat ini, LED telah memiliki beranekaragam warna, diantaranya seperti warna merah, kuning, biru, putih, hijau, jingga dan infra merah. Keanekaragaman Warna pada LED tersebut tergantung pada wavelength (panjang gelombang) dan senyawa semikonduktor yang dipergunakannya. Berikut ini adalah Tabel Senyawa Semikonduktor yang digunakan untuk menghasilkan variasi warna pada LED :
Masing-masing Warna LED (Light Emitting Diode) memerlukan tegangan maju (Forward Bias) untuk dapat menyalakannya. Tegangan Maju untuk LED tersebut tergolong rendah sehingga memerlukan sebuah Resistor untuk membatasi Arus dan Tegangannya agar tidak merusak LED yang bersangkutan. Tegangan Maju biasanya dilambangkan dengan tanda VF.
Teknologi LED memiliki berbagai kelebihan seperti tidak menimbulkan panas, tahan lama, tidak mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, dan hemat listrik serta bentuknya yang kecil ini semakin popular dalam bidang teknologi pencahayaan.
c. Phototransistor
Photo Transistor adalah Transistor yang dapat mengubah energi cahaya menjadi listrik dan memiliki penguat (gain) Internal. Penguat Internal yang terintegrasi ini menjadikan sensitivitas atau kepekaan Photo Transistor terhadap cahaya jauh lebih baik dari komponen pendeteksi cahaya lainnya seperti Photo Diode ataupun Photo Resistor. Cahaya yang diterima oleh Photo Transistor akan menimbulkan arus pada daerah basis-nya dan menghasilkan penguatan arus hingga ratusan kali bahkan beberapa ribu kali. Photo Transistor juga merupakan komponen elektronika yang digolongkan sebagai Transduser.
Photo Transistor dirancang khusus untuk aplikasi pendeteksian cahaya sehingga memiliki Wilayah Basis dan Kolektor yang lebih besar dibanding dengan Transistor normal umumnya. Bahan Dasar Photo Transistor pada awalnya terbuat dari bahan semikonduktor seperti Silikon dan Germanium yang membentuk struktur Homo-junction. Namun seiring dengan perkembangannya, Photo Transistor saat ini lebih banyak menggunakan bahan semikonduktor seperti Galium Arsenide yang tergolong dalam kelompok Semikonduktor III-V sehingga membentuk struktur Hetero-junction yang memberikan efisiensi konversi lebih tinggi. Yang dimaksud dengan Hetero-junction atau Heterostructure adalah Struktur yang menggunakan bahan yang berbeda pada kedua sisi persimpangan PN.
Photo Transistor pada umumnya dikemas dalam bentuk transparan pada area dimana Photo Transistor tersebut menerima cahaya.
Cara kerja Photo Transistor atau Transistor Foto hampir sama dengan Transistor normal pada umumnya, dimana arus pada Basis Transistor dikalikan untuk memberikan arus pada Kolektor. Namun khusus untuk Photo Transistor, arus Basis dikendalikan oleh jumlah cahaya atau inframerah yang diterimanya. Oleh karena itu, pada umumnya secara fisik Photo Transistor hanya memiliki dua kaki yaitu Kolektor dan Emitor sedangkan terminal Basisnya berbentuk lensa yang berfungsi sebagai sensor pendeteksi cahaya.
Pada prinsipnya, apabila Terminal Basis pada Photo Transistor menerima intensitas cahaya yang tinggi, maka arus yang mengalir dari Kolektor ke Emitor akan semakin besar.
Kelebihan Phototransistor:- Photo Transistor menghasilkan arus yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Photo Diode.
- Photo Transistor relatif lebih murah, lebih sederhana dan lebih kecil sehingga mudah untuk diintegrasikan ke berbagai rangkaian elektronika.
- Photo Transistor memiliki respon yang cepat dan mampu menghasilkan Output yang hampir mendekati instan.
- Photo Transistor dapat menghasilkan Tegangan, sedangkan Photoresistor tidak bisa.
Kekurangan Phototransistor: - Photo Transistor yang terbuat dari Silikon tidak dapat menangani tegangan yang melebihi 1000Volt
- Photo Transistor sangat rentan terhadap lonjakan listrik yang mendadak (electric surge).
- Photo Transistor tidak memungkin elektron bergerak sebebas perangkat lainnya (contoh: Tabung Elektron).
d. Op-Amp (Operational Amplifier)
Operational Amplifier atau lebih dikenal dengan istilah Op-Amp adalah salah satu dari bentuk IC Linear yang berfungsi sebagai Penguat Sinyal listrik. Sebuah Op-Amp terdiri dari beberapa Transistor, Dioda, Resistor dan Kapasitor yang terinterkoneksi dan terintegrasi sehingga memungkinkannya untuk menghasilkan Gain (penguatan) yang tinggi pada rentang frekuensi yang luas. Dalam bahasa Indonesia, Op-Amp atau Operational Amplifier sering disebut juga dengan Penguat Operasional.
Op-Amp umumnya dikemas dalam bentuk IC, sebuah IC Op-Amp dapat terdiri dari hanya 1 (satu) rangkaian Op-Amp atau bisa juga terdiri dari beberapa rangkaian Op-Amp. Jumlah rangkaian Op-Amp dalam satu kemasan IC dapat dibedakan menjadi Single Op-Amp, dual Op-Amp dan Quad Op-Amp. Ada juga IC yang didalamnya terdapat rangkaian Op-Amp disamping rangkaian utama lainnya.
Sebuah rangkaian Op-Amp memiliki dua input (masukan) yaitu satu Input Inverting dan satu Input Non-inverting serta memiliki satu Output (keluaran). Sebuah Op-Amp juga memiliki dua koneksi catu daya yaitu satu untuk catu daya positif dan satu lagi untuk catu daya negatif. Bentuk Simbol Op-Amp adalah Segitiga dengan garis-garis Input, Output dan Catu dayanya seperti pada gambar dibawah ini. Salah satu tipe IC Op-Amp yang populer adalah IC741.
Terminal yang terdapat pada Simbol Op-Amp (Operational Amplifier/penguat operasional) diantaranya adalah :
- Masukan non-pembalik (Non-Inverting) +
- Masukan pembalik (Inverting) –
- Keluaran Vout
- Catu daya positif +V
- Catu daya negatif -V
Karakteristik Faktor Penguat atau Gain pada Op-Amp pada umumnya ditentukan oleh Resistor Eksternal yang terhubung diantara Output dan Input pembalik (Inverting Input). Konfigurasi dengan umpan balik negatif (Negative Feedback) ini biasanya disebut dengan Closed-Loop configuration atau Konfigurasi Lingkar Tertutup. Umpan balik negatif ini akan menyebabkan penguatan atau gain menjadi berkurang dan menghasilkan penguatan yang dapat diukur serta dapat dikendalikan. Tujuan pengurangan Gain dari Op-Amp ini adalah untuk menghindari terjadinya Noise yang berlebihan dan juga untuk menghindari respon yang tidak diinginkan. Sedangkan pada Konfigurasi Lingkar Terbuka atau Open-Loop Configuration, besar penguatannya adalah tak terhingga (∞) sehingga besarnya tegangan output hampir atau mendekati tegangan Vcc.
Secara umum, Operational Amplifier (Op-Amp) yang ideal memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Penguatan Tegangan Open-loop atau Av = ∞ (tak terhingga)
- Tegangan Offset Keluaran (Output Offset Voltage) atau Voo = 0 (nol)
- Impedansi Masukan (Input Impedance) atau Zin= ∞ (tak terhingga)
- Impedansi Output (Output Impedance ) atau Zout = 0 (nol)
- Lebar Pita (Bandwidth) atau BW = ∞ (tak terhingga)
- Karakteristik tidak berubah dengan suhu
Pada dasarnya, kondisi Op-Amp ideal hanya merupakan teoritis dan hampir tidak mungkin dicapai dalam kondisi praktis. Namun produsen perangkat Op-Amp selalu berusaha untuk memproduksi Op-Amp yang mendekati kondisi idealnya ini. Oleh karena itu, sebuah Op-Amp yang baik adalah Op-Amp yang memiliki karakteristik yang hampir mendekati kondisi Op-Amp Ideal.
e. Stepper Motor
Motor stepper adalah perangkat elektromekanis yang bekerja dengan mengubah pulsa elektronis menjadi gerakan mekanis diskrit. Kenapa disebut diskrit? Karena sebenarnya motor stepper berputar secara bertahap, tidak kontinyu seperti berputarnya motor AC induksi. Motor stepper bergerak berdasarkan urutan pulsa yang diberikan kepada motor. Karena itu, untuk menggerakkan motor stepper diperlukan pengendali motor stepper yang membangkitkan pulsa-pulsa periodik.
Berdasarkan metode perancangan rangkain pengendalinya, motor stepper dapat dibagi menjadi jenis unipolar dan bipolar. Rangkaian pengendali motor stepper unipolar lebih mudah dibuat karena hanya memerlukan satu signal On Off dengan menggunakan switch / transistor pada masing – maisng lilitannya. Perhatikan gambar lilitan motor stepper unipolar di bawah ini.
Untuk menjalankan dan menghentikan motor ini cukup dengan menerapkan pulsa digital yang hanya terdiri atas tegangan positif dan nol (ground) pada salah satu terminal lilitan (wound) motor sementara terminal lainnya dicatu dengan tegangan positif konstan (VM) pada bagian tengah (center tap) dari lilitan.
Untuk motor stepper dengan lilitan bipolar, diperlukan sinyal pulsa yang berubah-ubah dari positif ke negatif dan sebaliknya. Perhatikan gambar di bawah ini.
Jadi pada setiap terminal lilitan (A & B) harus dihubungkan dengan sinyal yang mengayun atau berubah – ubah dari positif ke negatif dan sebaliknya. Karena itu dibutuhkan rangkaian pengendali yang lebih kompleks daripada rangkaian pengendali untuk motor unipolar. Motor stepper bipolar torsi yang lebih besar dibandingkan dengan motor stepper unipolar untuk ukuran yang sama. Untuk selanjutnya, pada artikel ini kita hanya akan membahas motor Stepper jenis Unipolar.
Pada penerapannya di industry, motor stepper dikendalikan dengan bantuan driver. Berikut ini adalah ilustrasi struktur motor stepper sederhana dengan jumlah 4 step untuk 1 putaran penuh dan pulsa yang dibutuhkan untuk menggerakkannya:
Gambar di atas sebelah kiri adalah arah putaran rotor motor stepper dan sebalah kanan adalah logic phase pada setiap step. contoh bentuk pulsa yang diberikan pada kumparan untuk menggerakkan motor stepper pada arah sesuai dengan jarum jam (clockwise). Jika diperhatikan, signal pulsa seolah – olah berjalan dari phase A ke phase B dan seterusnya. Sehingga bagian rotor yang diibaratkan seperti magnet akan berputar karena tertarik oleh gaya magnet yang dibangkitkan oleh setiap phase. Pemberian signal seperti di atas adalah metode full step, sehingga untuk 1 putaran penuh dibutuhkan 4 kali step.
Pada beberapa kasus, setiap pergerakan putaran motor dapat diubah menjadi setengahnya, sehingga untuk menghasilkan 1 putaran penuh diperlukan step dua kali lipat. Dengan kata lain, yang semula hanya perlu 4 step, sekarang menjadi 8 step. Perhatikan gambar di bawah ini:
Untuk selanjutnya, perintah step untuk merubah kondisi logic phase dilakukan dengan memberi pulse atau clock pada driver motor stepper. Dengan demikian, pada metode full step, jika diberikan pulsa sebanyak 8 kali, maka motor akan berputar 2 putaran. Begitu juga jika diberikan pulsa sebanyak 16 kali, maka motor akan berputar 4 putaran. Berapa jumlah putaran jika hanya diberi 3 pulsa? Ya betul, hanya ¾ putaran saja atau 270 derajat. Dari sini dapat kita pahami bahwa untuk mengatur sudut putaran sebuah motor Stepper, maka yang harus diatur adalah jumlah pulsa yang diberikan pada drivernya.
f. Encoder
Encoder adalah sebuah perangkat yang digunakan secara luas pada industri untuk mendapatkan umpan balik. Encoder menggunakan gerakan, kemudian di proses dengan perangkat teknologi untuk diubah ke sinyal listrik. Kemudian sinyal tersebut dikirim ulang ke perangkat pengontrol seperti PLC(Progammable Logic Control) untuk diambil nilainya dan di eksekusi berdasarkan program yang telah dibuat.
Gambar Absolute Encoder
Gambar Incremental Encoder
Ada banyak tipe encoder tetapi berdasarkan cara merasakannya terbagi menjadi dua yaitu linier dan rotasi. Berdasarkan cara melakukan pengukuran terbagi menjadi dua yakni absolute dan incremental.Berdasarkan teknologi elektromekanik nya dibagi menjadi lima yaitu magnetik, laser, optik, induktif, kapasitif.
Gabungan dari cara merasakan, mengukur dan teknologi elektromekanik membagi encoder ke empat macam encoder yaitu:
1. Linier Encoder
Pertama, Linear Encoder menggunakan transduser untuk mengukur jarak antara dua titik. Encoders ini dapat menggunakan batang atau kabel yang dijalankan antara transduser encoder dan objek yang akan diukur untuk pergerakan.
Saat objek bergerak, data transduser yang dikumpulkan dari batang atau kabel menciptakan sinyal output yang linier dengan pergerakan objek.Ketika jarak diukur, Linear Encoder menggunakan informasi ini untuk menentukan posisi objek.
Linear Encoder dapat digunakan untuk mesin CNC di mana pengukuran gerakan yang tepat diperlukan untuk akurasi dalam pembuatan. Linear Encoders bisa “Absolute” atau “Incremental”.
2. Rotary(Shaft) Encoder
Rotary Encoder mengumpulkan data dan memberikan umpan balik berdasarkan rotasi objek atau dengan kata lain, perangkat berputar. Rotary Encoders kadang-kadang disebut "Shaft(Batang) Encoders". Jenis encoder ini dapat mengubah posisi sudut atau gerakan objek berdasarkan rotasi poros, tergantung pada jenis pengukuran yang digunakan.
Absolute Rotary Encoders dapat mengukur posisi angular sementara Encoder Rotary Incremental dapat mengukur hal-hal seperti jarak, kecepatan, dan posisi. Rotary Encoder digunakan dalam berbagai bidang aplikasi seperti perangkat input komputer seperti mouse dan trackball serta robotika.
3. Position Encoder
Encoder berikutnya, yang merupakan "Posisi" Encoder, digunakan untuk menentukan posisi mekanik suatu objek. Posisi mekanis ini adalah "posisi absolut". Mereka juga dapat digunakan untuk menentukan perubahan posisi antara encoder dan objek juga. Perubahan posisi dalam kaitannya dengan objek dan encoder akan menjadi perubahan tambahan. Position Encoders banyak digunakan di arena industri untuk merasakan posisi tooling dan penentuan posisi multi-sumbu.
4. Optical Encoder
Encoder “Optik” menginterpretasikan data dalam pulsa cahaya yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan hal-hal seperti posisi, arah, dan kecepatan. Poros memutar disk dengan segmen buram yang mewakili pola tertentu. Encoders ini dapat menentukan pergerakan objek untuk aplikasi "rotari" atau "poros" sembari menentukan posisi yang tepat dalam fungsi "linear". Encoder optik digunakan dalam berbagai aplikasi seperti printer, mesin penggilingan CNC, dan robotika.
Encoder Optik bisa bertipe Absolute ataupun Incremental. Semua encoders pada dasarnya melakukan hal yang sama, menghasilkan sinyal listrik yang kemudian dapat diterjemahkan ke posisi, kecepatan, sudut, dll.
5. Absolute Encoder vs Incremental Encoder
Untuk membahas perbedaan antara pengukuran absolut dan tambahan, kami akan menggunakan tipe Rotary Encoder sebagai contoh.
Dalam enkoder jenis pengukuran “Absolute” Rotary, disc slotted pada poros digunakan bersama dengan perangkat pickup stasioner. Ketika poros berputar, pola kode yang unik dihasilkan. Ini berarti bahwa setiap posisi poros memiliki pola dan pola ini digunakan untuk menentukan posisi yang tepat.
Jika daya ke enkoder hilang dan poros diputar, ketika daya dilanjutkan, enkoder akan mencatat posisi absolut seperti yang ditunjukkan oleh pola unik yang ditransmisikan oleh disk dan diterima oleh controller. Jenis pengukuran ini lebih disukai dalam aplikasi yang membutuhkan tingkat kepastian yang besar seperti ketika keselamatan menjadi perhatian utama. Karena pembuat enkode tahu, setiap saat, posisi definitifnya berdasarkan pada pola unik yang dihasilkan.
Untuk encoders incremental, sinyal output dibuat setiap kali poros memutar jumlah yang diukur. Sinyal keluaran itu kemudian diinterpretasikan berdasarkan jumlah sinyal per revolusi. Encoder tambahan mulai menghitungnya pada nol saat dihidupkan. Berbeda dengan encoder absolut, tidak ada perlindungan tentang posisi. Karena encoder inkremental memulai hitungannya nol pada saat startup atau gangguan daya, maka perlu untuk menentukan titik referensi untuk semua tugas yang membutuhkan penentuan posisi.
Singkatnya, encoder tambahan perlu diberdayakan di seluruh operasi perangkat. Dalam hal terjadi kegagalan daya, pembacaan harus diinisialisasi ulang atau sistem melakukan kesalahan. Encoder absolut, sebaliknya, membutuhkan daya hanya ketika pembacaan diambil dan berkat kemampuannya untuk menyediakan pembacaan sudut absolut, pembacaan tertentu tidak tergantung pada keakuratan pembacaan sebelumnya. Namun, matriks kode disk dalam enkoder absolut lebih kompleks, sehingga biasanya biaya dua kali lipat dari encoder tambahan, yang di sisi lain, lebih kompleks, sehingga biaya lebih murah.
Untuk menjelaskan prinsip kerja dari encoder, kita ambil contoh encoder tipe optik incremental. Menggunakan berkas cahaya yang melewati disk yang memiliki garis buram dalam pola tertentu, mirip seperti jari-jari roda. Di sisi lain dari disk adalah perangkat photo sensor yang akan menafsirkan cahaya, berdasarkan pola pada disk, gambar rana, memblokir dan membuka blokir cahaya. Sinyal pulsa cahaya kemudian dikonversi menjadi sinyal listrik untuk dikirim kembali ke prosesor, melalui output encoder.
Gambar Grafik Encoder terhadap Beban
Gambar Sinyal Output Encoder
Berikut adalah beberapa contoh proses yang dapat menggunakan encoder:
1.) Encoders untuk Mengontrol Kecepatan VFD (Variable Frequency Drive) Untuk kontrol VFD, Saat menjalankan pompa, di VFD, untuk mengisi tangki yang penuh dengan cairan. Kita ingin dalam kecepatan tertentu dan ingin memverifikasi bahwa pompa VFD berada pada kecepatan yang diinginkan. Encoder pada VFD dapat digunakan untuk umpan balik kecepatan.
2.) Encoder pada Proses Pengukuran
Dalam aplikasi ini, kita perlu memotong beberapa produk aluminium hingga ukuran tertentu. Aluminium dengan gulungan panjang, dari lembaran aluminium melalui mekanisme pemotongan. Kita perlu menentukan jumlah pengumpanan aluminium, sehingga kita dapat memotong lembaran ke ukuran yang tepat yang akan digunakan dalam proses pembuatan produk secara terpisah. Encoder terpasang pada conveyor dan membaca bahan yang diumpankan melalui rakitan pemotongan, kita akan menunjukkan panjang bahan yang telah diumpankan sejak potongan terakhir. Umpan balik itu kemudian dapat digunakan untuk menyesuaikan pisau pemotong untuk memutuskan panjang yang dibutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar